Renungan Mingguan : 
29 April Maret 2001, Minggu Paskah III

"Marilah dan Sarapanlah"
Oleh: Rm. Y. Suradi, Pr.

Minggu yang lalu kita diajak untuk merenungkan sabda Yesus "Damai Sejahtera Bagimu ", Sabda penampakan Yesus yang kedua kalinya setelah Ia bangkit. Hari ini kita merenungkan Sabda "Marilah dan Sarapanlah ", sabda penampakanNya yang ketiga kalinya.

Anda barangkali pernah menonton film "Quo Vadis"



Edisi lalu

Salah satu adegan yang menarik dalam film imi adalah bagaimana ketika Petrus meninggalkan kota Roma, melarikan diri karena tidak- tega melihat begitu banyak siksaan, aniaya yang dilakukan bangsa Romawi terhadap jemaat Kristen. Petrus mau lari lari dari pembantaian bagi para pengikutnya yang setiap hari ia saksikan dengan mata kepalanya sendiri.Setiap hari Petrus harus menyaksikan bagaimana jemaatnya baik pria maupun wanita, tua muda, maupun anak-anak yang mengaku diri pengikut Knstus harus bertarung melawan singa untuk mempertahankan hidup. Bisa dibayangkan, kita melihat singa kenyang, tidur saja takut, apalagi melihat singa lapar diberi umpan, dan umpannya adalah manusia, sesama kita. Rasanya hampir tidak ada yang luput dari sergapan singa lapar itu, bisa dipastikan tidak ada seorangpun yang hidup. Maka, wajar kalau Petrus tidak tahan menyaksikan hal seperti itu, lebih baik lari meninggalkan kota Roma saja.

Tetapi apa yang terjadi? Ketika ia sudah ada diluar kota, la tiba-tiba bertemu dengan Yesus yang sedang memanggul salibNya. Dalam keterkejutannya Petrus bertanya kepada Yesus: "Quo Vadis, Domine?" artinya: "Tuhan mau kemana? " Yesus menjawab: "Aku hendak ke Roma untuk disalibkan sekali lagi disana!". Mendengar jawaban Yesus itu Petrus terkejut, merasa terpukul hatinya, maka tanpa pikir panjang kembali lagi ke Roma. Petrus meninggal dengan cara seperti Yesus disana, yaitu disalibkan. Tetapi Petrus merasa tidak sepantasnya meninggal seperti gurunya, maka ia meminta disalibkan tetapi kepalanya dibawah. Begitulah kira-kira cerita film Qua Vadis.

Ada sesuatu yang selalu membuka mata hati Petrus setiap kali ia bertemu dengan Yesus. Beberapa peristiwa itu bisa kita deretkan disini, misalnya ketika Petrus bertemu dengan Yesus dipantai dalam suasana lesu, lelah, frustasi karena sepanjang malam tidak mendapatkan ikan seekorpun. Tiba-tiba Yesus datang dan. berkata: "Tebarkanlah jalamu disebelah kanan dan kamu akan mendapatkan ", atau "bertolaklah ke sebelah yang dalam". Bagaimana ketika Petrus bersama Yakobus dan Yohanes berjaga-jaga menemani Yesus dalam sakrat maut di taman getsmani, ketika Yesus mengatakan kepada mereka : "Tidakkah engkau sanggup berjaga-jaga satu jam saja? Berjaga-jagalah dan berdoalah supaya kamu jangan jatuh kedalam pencobaan..." Mrk 14:37-38). Atau bagaimana ketika waktu ditanya oleh perempuan-perempuan yang ikut menyalibkan Yesus, dan Yesus mengatakan "sebelum ayam berkokok tiga kali, engkau telah menyangkal aku tiga kali" (Mrk 14:72).

Peristiwa-peristiwa itu sama seperti dalam cerita film "quo vadis ", membuka hati Petrus bertemu dengan Tuhannya yang selama ini samar-samar. Peristiwa itu menyadarkan iman. Kristus yang sering kali mengalami krisis, kering akibat. ancaman-ancaman entah dari dalam dirinya sendiri maupun ancaman dari luar. Disitulah Petrus

selalu dikuatkan oleh sabda dan karya Yesus, ketika jemaat yang percaya bertambah karena ketekunan dan keteguhan Petrus dan teman-temannya mewartakan Yesus yang bangkit, mulia, hambatan menghadang mereka, yaitu Mahkamah Agama yang selalu menjerat usaha mereka mewartakan Yesus dan mempertobatkan mereka yang kafir. Seringkali mereka dihantui rasa takut, tidak percaya akan penyertaan Yesus, tidak percaya bahwa Roh Yesus menaungi mereka selalu sampai akhir jaman dsb.

Saat-saat keraguan ada pada mereka, Yesus hadir menguatkan iman mereka. Misalnya: "Mengapa engkau mencari orang hidup diantara orang yang mati?" "Damai sejahtera Bagi kamu!; hantu-kan tidak mempunyai tulang dan daging seperti Aku", marilah dan sarapanlah', dsb. Entah sabda dan karya, seperti mengambil roti ikan mengacapkan doa syukur, makan dihadapan para murid dan sebagainya mengingatkan dan membuka mata, hati mereka bahwa "itulah Yesus ", maka tidak ada satupun yang berani bertanya kamu sudah jelaslah bagi mereka bahwa itu adalah Yesus.

Jadi sapaan Yesus, karya Yesus dihadapan para murid meneguhkan iman mereka menguatkan dan mengembalikan kepercayaan mereka akan penyertaan Yesus sampai akhir yang kadang-kadang goyah. Kehadiran Yesus mengembalikan harapan mereka bahwa Yesus tetap hidup dan berkarya bersama mereka itulah yang dirasakan oleh para murid, oleh mereka yang percaya kepada Yesus. dan oleh mereka yang menjadikan Yesus adalah Tuhan. bukankah kebersamaan dengan Yesus, Tuhan seperti itu sekarang diwariskan kepada kita?

Didalam doa, membaca sabda Tuhan, matiraga, amal kasih, dan terutama setiap kali kita merayakan Ekaristi Kudus, kita diajak untuk seperti para murid, terbuka mata hati kita, merasakan kehadiran dan kebersamaan Tuhan dalam hidup kita.

Sabda Yesus : "Damai Sejahtera Bagi kamu", atau "Makanlah dan Minumlah", yang setiap kali kita dengarkan dalam perayaan Ekaristi, sama dengan sabda Yesus "Marilah dan Sarapanlah", yang han ini kita dengarkan, selama kita masih bisa mendengar. Disinilah kita mustinya selalu bertemu dengan Yesus, hati kita terbuka terhadap Yesus yang tidak pernah memggalkan kita dalam karya-karya kita, dalam suka dan duka kita, dalam kesendirian kita bahkan, pendeknya dalam setiap situasi ludup kita.

Semoga Sabda Tuhan dan ekaristi yang kita rayakan menjadi sapaan dan penampakan Tuhan yang menguatkan iman, kepercayaan dan harapan kita untak selalu disertai oleh Tuhan. Amin.

 

 

Umat menulis :  

 

SHARING CHRIST'S PASSION (IKUT SERTA DALAM PENDERITAAN KRISTUS)
Oleh : Bpk. Laudy

Di dunia ini ada orang menderita kelaparan akan makanan, ada yang lapar akan cinta, lapar akan kebaikan, ataupun lapar akan perhatian. Kemiskinan akan hal-hal -itulah yang menjadikan saat ini banyak orang sangat menderita.

Penderitaan pada dirinya sendiri tidak berarti, namun penderitaan yang di-ikut sertakan dalam pderitaan Kristus merupakan suatu rahmat yang indah. Rahmat terindah adalah boleh ikut serta dalam penderitaan Kristus.

Sungguh, hal itu merupakan rahmat dan tanda kasih-Nya, sebab dengan cara itu Bapa menyatakan bahwa Dia mencintai dunia: dengan memberikan PutraNya untuk mati bagi kita.

Begitu pula dalam diri Kristus, penderitaan-Nya merupakan tanda akan rahmat kasih yang terbesar. Sehingga tanpa Dia kita tak berarti apa-apa lagi. Semua itu merupakan altar yang menjadikan kita berjumpa dengan orang-orang miskin yang menderita. Dan dalam Dia kita akan memandang bahwa penderitaan , mampu rrienjadi sarana kasih dan tanda kemurahan hati yang terbesar.

Tanpa penderitaan kita, karya kita hanyalah berupa karya sosial. yang bagus dan berguna. akan tetapi tidak menjadi karya Yesus Kristus, tidak menjadi bagian dari penebusan.

Yesus menguatkan dengan ikut serta dalam hidup kita, dalam kesepian kita, dalam kegelisahan kita, dalam kematian kita. Hanya menjadi satu dengan kita Dia telah menebus kita. Kita pun diajak untuk melakukan hal yang sama.

Kepedihan orang-orang miskin, tidak saja karena kemiskinan materialnya tetapi juga kemiskinan spiritualnya, mesti mendapat penebusan. Kita mesti terlibat didalamnya. Caranya, hanya dengan menjadi satu dengan mereka kita dapat menebus dan membebaskan mereka, sehingga kita menyampaikan Tuhan kedalam kehidupan mereka serta membawa mereka menuju pada Tuhan. Penderitaan, bisa diterima bersama dan dirasakan bersama, akan melahirkan suka-cita.

Jika orang yang mati kelaparan, tidak berarti Tuhan tidak peduli akan mereka. Akan tetapi itu terjadi karena kita tidak peduli akan mereka, belum menjadi alat kasih Allah, yang mau memberikan roti kepada mereka, yang mau memberikan pakaian kepada mereka. Kita tidak akan mamnpu mengenali Dia, saat Kristus datang sebagai orang telanjang, kelaparan, kesepian, atau dalam diri seorang anak yang mencari penginapan

Allah mengidentifikasikan diriNya sendiri dengan mereka yang miskin, sakit. telanjang, dan mereka yang berumah. Lapar tidak saja karena tak punya makanan, tetapi juga lapar akan cinta, akan perhatian, juga lapar akan penghargaan sebagai pribadi dari sesamanya. Telanjang tidak saja karena tidak punya pakaian, tetapi juga karena membutuhkan belas kasih dari sesamanya yang tidak dikenalnya. Tidak punya rumah tidak saja karena membutuhkan rumah tempat berteduh tetapi juga karena, tidak ada orang yang mengenalnya.

 

last update : 29 April  2001