Pendahuluan

Tersedianya fasilitas tempat ibadah merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia dalam bidang mental/spiritual. Sejalan dengan itulah, Dephankam dan Pimpinan TNI Angkatan Laut menyediakan sebidang tanah untuk pendirian sebuah Gereja Katolik, di lingkungan/kompleks TNI AL-Pangkalan Jati, Jakarta Selatan. Atas dasar kehendak baik tersebut, umat Katolik dari Pangkalan Jati, Cinere, Limo, Maruyung dan sekitarnya berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkan berdirinya sebuah gereja, yaitu Gereja Katolik Santo Matias.   


 


Mengingat bangunan gereja/kapel yang lama sudah tidak memadai lagi, baik dari segi kapasitas, kualitas serta penataan phisik bangunan, maka umat bekerja keras untuk membangun sebuah gereja yang benar-benar memenuhi kebutuhan umat. Seiring dengan diresmikannya menjadi sebuah paroki, maka dibentuklah Panitia Pembangunan Gereja (PPG) yang mampu merampungkan pembangunan sebuah gereja megah dalam waktu ticlak lebih dari satu tahun. Pada tanggal 17 Desember 1995, diresmikanlah Gereja Katolik Santo Matias. Ini semua dapat terwujud berkat dukungan dari pihak pemerintah, dalam hal ini Dephankam clan TNI Angkatan Laut, Panitia Pembangunan Gereja, Pastor Paroki, Dewan Paroki, seluruh umat dan berbagai pihak yang telah memberikan bantuan.

Perjalanan Pengembangan Paroki Santo Matias

Pada awal tahun 1970, ada sekitar 20 keluarga yang tinggal di Kompleks TNI-AL Pangkalan Jati, dan beberapa lainnya di sekitar kompleks. Pada waktu itu, umat Katolik setempat mendapat bimbingan dari Paroki St.Yohanes Penginjil, Blok B - Kebayoran Baru. Kemudian pada tahun 1976, berdirilah Paroki St. Stephanus - Cilandak. Maka daerah Pangkalan Jati, Cinere dan sekitarnya menjadi salah satu lingkungan dari Paroki St. Stephanus yang dimulai dengan Lingkungan St. Mikael tahun 1978, jumlah umat Katolik di sekitar Pangkalan Jati, Karang Tengah, Cinere, Gandul, Maruyung, Limo dan sebagainya telah mencapai 135 keluarga.

Berdasarkan surat keputusan dari Kanjantamal, tanggal 23 Maret 1980, didirikanlah tempat ibadah umat Katolik yang berupa gereja/kapel yang letaknya di JI. Baros No. 3 Komp. AL, Pangkalan Jati, berclampingan dengan Mesjid Imam Bonjol, Gereja Kristen Bahtera Allah, serta Pura Amarta Jati untuk umat Hindu. Peresmian gereja/kapel ini dilakukan oleh Laksamana Waluyo Sugito dan diberkati oleh Uskup Agung Jakarta - Mgr. Leo Sukoto SJ.  

 

Seiring dengan perjalanan waktu serta perkembangan umat yang pesat, umat  di wilayah ini berkeinginan kuat untuk mendirikan sebuah paroki sendiri. Keinginan ini direstui oleh Uskup Jakarta dan disetujui oleh Uskup Bogor - Mgr. Ignatius Harsono, Pr. dengan mendirikan sebuah yayasan - yaitu YAYASAN KARYA PUTRA. Tujuannya adalah untuk merintis gagasan sebuah paroki baru. Pada tanggal 13 April 1992, dibentuklah Panitia Pembangunan Gereja Cinere. Setelah mempersiapkan diri secara baik, terhitung tanggal 03 Desember 1993 berdirilah Paroki Cinere Keuskupan Bogor, dengan Romo Agustinus Suyatno Pr, sebagai Romo Kepala Paroki, yang secara resmi tiba di Cinere pada tanggal 01 Januari 1994. Pastoran sementara terletak di Jl. Batam No. 307 Blok G. Kompl. Megapolitan Cinere Estate.

Akta Pendirian Paroki ini ditandatangani oleh Mgr Leo Sukoto SJ, yang pada waktu itu menjabat sebagai Administrator Apostolik Keuskupan Bogor, tertanggal 27 Januari 1994 No. 007/SK-B/l/94.

Secara geografis, batas timur paroki adalah batas DKI Jakarta dengan Jawa Barat (Kali Krukut). Batas barat adalah Kali Pesanggrahan. Batas utara adalah JI. Karang Tengah, Jalan Haji Ipin dan Jalan Margasatwa. Sedangkan batas Selatan adalah perbatasan Desa Limo dan Desa Maruyung.

Panitia Pembangunan Gereja mulai bekerja keras dengan aksi-aksi pengumpulan dana, melalui berbagai cara seperti penyebaran amplop sumbangan, hasil penjualan jumputan beras, kertas/koran bekas, macam-macam barang bekas pakai, turnamen olahraga dan macam-macam usaha lainnya. Itu semua merupakan bukti kebulatan tekad umat untuk segera mewujudkan sebuah bangunan gereja yang memadai. Dengan demikian, dimulailah pembangunan gedung gereja dengan peletakan batu pertama oleh Mgr. Michael Cosmas Angkur OFM, Uskup Bogor, pada tanggal 15 Januari 1995

 

Atas dukungan berbagai pihak, terutama kesungguhan umat dalam mewujudkan cita-citanya, gedung gereja St. Matias akhirnya berdiri dengan megah, indah, cantik, artistik dan yang jelas cepat selesai. 

Dengan segala kemurahan dan karunia Tuhan, akhirnya gedung Gereja St. Matias, diresmikan penggunaannya pada tanggal 17 Desember 1995 oleh Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Tanto Koeswanto dan diberkati oleh Uskup Bogor Mgr. Michael Cosmas Angkur Djadu OFM.

 

 

Perkembangan Umat dan Organisasi Paroki

Hingga pertengahan tahun 1998, jumlah umat yang telah terdaftar mencapai 3.500 jiwa, tersebar di 3 wilayah dan 11 lingkungan. Sebagai kelanjutannya, telah diprogramkan pemekaran lingkungan, mengingat perkembangan jumlah umat yang pesat ini.

Romo Agustinus Suyatno Pr menjabat sebagai Pastor Kepala Paroki yang pertama (19941997) didampingi oleh Fr. FX Suyono Pr. dan Romo AHY Sudarto Pr. Selanjutnya  Romo Yoseph Hardjono Pr mendapat tugas sebagai Romo Kepala Paroki yang kedua sejak awal April 1997 didampingi Romo Y. Suradi  Pr.

Dalam menjalankan kegiatan, baik parokial maupun liturgis, para gembala didampingi oleh Dewan Paroki Pleno lengkap dengan berbagai seksi serta organisasi-organisasi lain seperti Wanita Katolik R.I. Persekutuan Doa Karismatik, Legio Mariae, Mudika, Marriage Encounter, Putra Altar, Warakawuri, Simeon Hanna, Kelompok Doa Senakel.

Dalam mengantisipasi perkembangan yang akan datang, Paroki telah memiliki sebidang tanah seluas kurang-lebih 2500 m2 dari Yayasan Karya Putra, yang terletak di Maruyung.

Developed by Webmaster
at agendakatolik.com